Fakta Bekasi, CIKARANG PUSAT–DPRD Kabupaten Bekasi telah membentuk panitia pemilihan (panlih) untuk menentukan wakil bupati serta telah membuat jadwal pemilihan hingga penetapan wakil bupati, demikian juga partai koalisi Non Partai Golkar, seperti Hanura, PAN dan NasDem terkesan memaksakan Bupati untuk menyerahkan rekomendasi dua nama Wakil Bupati Bekasi ke DPRD untuk dipilih.
Akibatnya, terdapat penolakan dan kecurigaan dari sejumlah pihak, penolakan itu terjadi lantaran adanya kesan ketergesa-gesaan antara DPRD dengan Partai Koalisi Non Partai Golkar untuk melakukan pemilihan Calon Wakil Bupati yakni Ahmad Marzuki dengan Tuti Yasin.
Sekretaris MUI Kabupaten Bekasi, Soleh Jaelani turut mengomentari hal itu, menurutnya, DPRD Kabupaten Bekasi melalui Panitia Pemilihan (Panlih) Wakil Bupati bentukan lembaga tersebut tak perlu terlalu terburu-buru dalam mengambil kebijakan. Karena dikhawatirkan, bakal muncul kecurigaan dari masyarakat atas sikap yang dilakukan para legislator.
“Saya pada prinsipnya kembalikan pada mekanisme pemilihan tahun 2017 kemarin. Kan yang mempunyai hak itu koalisi parpolnya, si koalisi parpol ini belum sepakat dari rekomendasi dua nama, Golkar jadi tiga nambah Amin Fauzi, NasDem ada Rohim Mintareja, Hanura hanya Marzuki saja, ditambah di Parlemen gak ada kursinya kan,” ungkapnya.
“Ketua DPD Partai Golkar kan juga Bupati Bekasi, sampai hari ini kan beliau belum dapat surat, dan belum di plenokan ditingkat DPD nya, jadi belum bisa direkomendasi ke dewan. Jadi dewan harusnya jangan terkesan terburu-buru, masyarakat jadi curiga,” imbuhnya.
Kemudian, sebagai tokoh masyarakat, ia mengisyaratkan bakal terjadi konflik di daerah bila kedua nama yakni Ahmad Marzuki dan Tuti Yasin yang direkomendasikan dipaksa untuk dipilih di DPRD.
“Ada konflik di daerah terkait dengan putra daerah dengan non putra daerah. Kita sih orang Bekasi, harapannya orang Bekasi lah yang dampingi Pak Eka. Dua nama yang direkomendasikan, saya khawatirkan bakal terjadi Conflict Of Interestnya tinggi banget. Dari figur yang muncul ini, kelebihannya pun ga ada,” ungkapnya.
“Daripada ada konflik, ya biarin bupati jomblo dulu sementara ini, sampai ketemu partner yang bisa bersinergi dengan beliau untuk menjalankan program yang dicanangkan sekarang. Jangan seolah dipaksa, dipaksa kawin ini tidak akan baik kedepannya,” tambahnya.
Untuk itu, ia mengusulkan agar partai koalisi, terutama Partai Golkar untuk kembali menjalankan proses seleksi di internal partai dengan mekanisme yang benar, sebab menurut informasi yang ia terima. Selain dua nama yang direkomendasikan, ada beberapa nama yang ikut mendaftar jadi wakil bupati, tapi mengaku tidak dilibatkan dalam penyeleksian yang jelas.
“Kalau mau fair, kan ada 13 yang daftar di Golkar itu. Kalau mau, berlakukan fit and proper testnya secara terbuka, jadi masyarakat bisa tahu, jangan ujug-ujug muncul dua nama, tanpa adanya tahapan proses kemarin. Ujung-ujungnya masyarakat yang dirugikan,” bebernya.
“Saya minta seleksi ulang dari ke 13 nama yang ikut seleksi, dulu kan waktu dua nama yang muncul rekomendasi yang membuat itu Plt Ketua DPD, Pak Yoyo dari Jawa Barat, bukan Bupati Bekasi. Sekarang kan Bupati sudah jadi ketua DPD, yaudah buat kebijakan pendaftaran ulang lagi, atau lanjutin yang 13 nama itu diseleksi lagi, karena kan proses itu gak dijalankan,” pungkasnya.
Sementara itu, Siti Aisyah yang merupakan salah satu Calon Wakil Bupati yang turut mendaftarkan diri dalam penyeleksian di DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, membenarkan kalau tidak adanya proses seleksi.
“Saya mengikuti prosedur dan aturan yang dibuat Partai Golkar Kabupaten Bekasi, saya ikut mendaftar bersama rekan-rekan yang lain. Sampai saat ini, saya belum ada pemberitahuan apapun setelah pendaftaran, pada prinsipnya saya menunggu saja,” bebernya.
“Harusnya mekanisme yang normal yang diharapkan teman-teman yang ikut mendaftar, berharap Golkar Kabupaten Bekasi menjalankan proses yang sudah dimulai, harus dituntaskan. seharusnya proses itu terbuka saja, seleksi berkas saja belum, kok tiba-tiba sudah ada dua nama,” imbuh Politisi Partai Golkar ini.
Sebagai calon, pihaknya mengaku telah mempertanyakan soal penyeleksian ini, namun kala itu, ia tidak mendapatkan jawaban apapun dari DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi. Padahal, bila dilakukan seleksi yang sesuai mekanisme, ia siap bertarung dan beradu gagasan dengan calon lain.
“Sebenarnya saya bertanya ke Golkar, ini mau diapain yang ikut mendaftar, apa dibiarkan seperti ini atau memang hanya dua ini saja, sampai saat ini belum kabar dari mereka. Kita sayangkan, sama saja DPD tidak menjalankan proses seperti semestinya, kalau seperti ini buat apa ada pendaftaran, langsung saja pilih dua orang,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya berharap agar DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi untuk melanjutkan penyeleksian yang sempat tertunda, sebab kini Partai Golkar telah memiliki Ketua DPD Definitif yang juga merupakan Bupati Bekasi, sehingga tahapan itu harusnya bisa dijalankan sebagaimana mestinya.
“Saya mendorong untuk dilakukan seleksi ulang Calon Wakil Bupati Bekasi, silahkan ditanya ke calon-calon yang lain, pernah gak di fit and propertest, ujug-ujug udah dua nama aja,” tandasnya.
Sementara itu, Demisioner Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Arif Rahman Hakim mengakui belum adanya proses penyeleksian wakil bupati sesuai mekanisme yang berlaku. Munculnya dua nama yang mendapat rekomendasi dari DPP, sepenuhnya atas campur tangan DPD Partai Golkar Jawa Barat.
“Dalam hal ini, di internal Golkar Kabupaten, belum pernah ada rapat terkait munculnya dua mana itu. Tiba-tiba pada rezim Plt yang lalu, pak Yoyo dari Jawa Barat yang mengusulkan, bukan Pak Eka Supria Atmaja,” bebernya.
“Di Golkar, munculnya dua nama menurut saya tidak melalui mekanisme yang benar, karena belum ada proses seleksi. Gak pernah ada rapat pengurus soal penyeleksian ini. Kita berhadap seleksi itu dibentuk sesuai proses,” imbuhnya.
Kemudian, adanya pernyataan yang diutarakan Pengurus DPD Partai Golkar Jawa Barat yang menyebut rekomendasi tersebut hasil kesepakatan partai koalisi di Jawa Barat. Pihaknya meminta, agar orang tersebut jangan terlalu maju dalam mengurusi Kabupaten Bekasi.
“Kemarin pengurus DPD Jabar mengatakan itu sudah tahun lalu rapat di tingkat provinsi. Dalam hal ini soal wabup kan domainnya pengurus kabupaten, kenapa Jawa Barat yang sibuk. Harusnya Jawa Barat hanya menerima usulan di Kabupaten dan menyampaikan ke DPP, kita jadi curiga dengan tindak tanduknya,” bebernya.
Kemudian, ia pun menyoroti soal keputusan Panitia Pemilihan (Panlih) bentukan DPRD Kabupaten Bekasi, panitia yang dikomandoi Mustakim ini, menurutnya terlalu tergesa-gesa untuk memilih wakil bupati. Sebab, Panlih ini telah membuat jadwal dan dipaksakan tanggal 30 Desember 2019 sudah pelantikan wakil bupati.
“Inikan luar biasa, ada apa ini DPRD. Kan sudah sering kali Pak Bupati bilang rekomendasi dari mitra koalisikan belum mengerucut ke dua nama, di Partai Golkar sendiri ada usulan satu nama lagi setelah dari DPP muncul dua nama,” akunya.
“Usulan Nasdem juga muncul nama yang berbeda. Padahal amanah Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada pasal 176 kalau tidak salah, itukan harus dua nama. Karena persoalan itu belum clear maka belum bisa diserahkan,” imbuhnya.
Untuk itu, ia berharap agar panitia bentukan DPRD ini, jangan terkesan terburu-buru dengan alasan demi kemajuan dan kebaikan Kabupaten Bekasi. Harusnya, Panlih ini bersikap pasif saja.
“DPRD itu panitianya, panitia pasif bukan panitia aktif, beberapa komentar saya lihat meminta Bupati segera serahkan nama, bila tidak nanti diancam bakal dilaporkan ke Gubernur. Kan melalui mekanisme undang-undang, yang mengantarkan pak bupati,” ungkapnya.
“Bupati belum bisa serahkan karena itu harus clear dulu sesuai aturan main, gak bisa dipaksakan, aturan normatifnya harus ada, DPRD jangan terkesan memaksa, kan kita jadi bertanya, ada motif apa di DPRD ini,” tandasnya. (FB)