Fakta Bekasi, CIKARANG PUSAT—Subdit 2 Harda Dit Reskrimum Polda Metro Jaya ungkap perkara mafia tanah Desa Segaramakmur, Kecamatan Tarumajaya yang melibatkan Oknum Pejabat Desa, Kecamatan, dan figur, dengan memalsukan AJB dan Dokumen Pendukungnya, Rabu (5/9).
Atas pengukapan tersebut 11 tersangka diamankan di antaranya Staf Ahli Bupati Herman Sujito serta Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bekasi, Agus Sopyan.
“Jadi ini kasus penipuan dokumen kelengkapan tanah hingga akta jual beli yang dipalsukan. Ada 11 orang tersangka di antaranya oknum kepala dusun, kepala desa hingga (mantan) camat,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary.
Berdasarkan keterangan kepolisian, kasus ini sebenarnya telah dilaporkan sejak 2014 lalu. Sedangkan praktik pemalsuannya dilakukan pada Desember 2011. Setelah pendalaman, akhirnya pemalsuan ini dapat terbongkar.
Dokumen tanah yang dipalsukan yakni sebidang tanah dengan luas 7.720 meter persegi yang berlokasi di Desa Segaramakmur Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Ketika itu, Herman masih menjabat sebagai Camat Tarumajaya. Kemudian Agus, yang kini menjabat sebagai Kepala Desa Segaramakmur, ketika itu masih menduduki posisi sekretaris desa.
Selain dua nama tersebut, tersangka lainnya yakni pihak penjual tanah Dagul, Jaba Suyatna, Agus Asep dan Melly Siti Fatimah (pembeli tanah). Kemudian tersangka pihak pemerintahan yaitu Barif (bagian pemerintahan desa), Syafii (staff desa), Suhermansyah (staf kecamatan), Heri (kepala dusun) dan Amran (kepala desa saat itu).
Pemalsuan ini berawal saat Melly hendak membeli tanah di lokasi tersebut. Namun karena belum diketahui siapa pemilik tanahnya, kemudian ada upaya pemalsuan dokumen oleh Dagul, Jaba serta Agus Asep.
Pemalsuan diawali dengan surat ahli waris palsu yang menyebutkan bahwa lahan tersebut milik Raci yang telah meninggal tahun 1973, tanpa memiliki keturunan. Dengan dibantu Barif, dokumen tersebut disusun termasuk surat penguasaan fisik serta keterangan terkait jual beli tanah.
“Tanah itu seolah milik atas nama Raci yang telah meninggal tahun 73. Namun faktanya, Raci tidak memiliki tanah tersebut dan Raci sendiri meninggal tahun 2006 dengan meninggalkan lima orang anak. Kasus ini mulai terbongkar. Tapi pemalsuan tidak selesai di sini,” ucapnya.
Selanjutnya para tersangka dari pihak penjual kemudian mendatangi Amran serta Agus Sopyan untuk melegalisir surat tersebut.
Berbekal surat kepemilikan palsu tersebut, pihak penjual serta pembeli lantas mengurus akta jual beli yang juga palsu. Pemalsuan ini dibantu para staf di kantor desa, staf kecamatan hingga akhirnya ditandatangani oleh Herman Sujito.
Diungkapkan Adi, dalam transaksi ini, Melly menyerahkan dana sebanyak Rp 600 juta kepada Barif untuk membeli tanah serta dokumen palsunya. Selanjutnya uang tersebut dibagikan kepada para pihak yang terlibat.
“Tersangka Barif menerima uang Rp 600 juta. Kemudian uang tersebut diberikan pada Dagul Rp 100 juta. Dari 100 juta itu, Dagul memberikannya pada Jaba serta Agus Asep sebanyak masing-masing Rp2,5 juta,” kata Adi. Hanya saja, kepolisian tidak menyebutkan sisa aliran dana, termasuk yang diterima staf ahli bupati, kepada desa terdahulu, termasuk Ketua Apdesi Kabupaten Bekasi.
Namun demikian, dari hasil penelusuran, kepolisian menemukan 163 akta jual beli lainnya yang diduga palsu. “Ini yang masih kami telusuri,” ucapnya.
Atas perbuatanya sebelas pelaku dikenakan pasal 263, 264 dan 266 junto 55 KUHP Pidana tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman 6 tahun penjara. (FB)