Fakta Bekasi, CIKARANG UTARA – Pimpinan Cabang (PC) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Bekasi menggelar kegiatan Sosialisasi dan Penandatanganan Komitmen Pencegahan Praktik Sunat Perempuan di Hotel Ibis Style Cikarang, Senin (3/11/2025).
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai upaya konkret untuk menghentikan praktik tersebut di wilayah Kabupaten Bekasi.
Ketua PC Fatayat NU Kabupaten Bekasi, Wulan Mayasari, mengungkapkan bahwa survei awal yang mereka lakukan menunjukkan angka praktik sunat perempuan yang masih tinggi.
“Selama ini di Kabupaten Bekasi, sebelum kegiatan kami melakukan survei, itu 75 persen masih disunat dan masih ada praktik itu, baik oleh tenaga medis maupun non-medis. Tapi belakangan ini, karena sudah adanya sosialisasi, sudah tidak dilakukan,” ujar Wulan Mayasari.
Fatayat NU mengambil pendekatan kesehatan untuk mengedukasi masyarakat. Wulan menekankan bahwa praktik tersebut tidak memiliki manfaat kesehatan, justru menimbulkan dampak negatif.
“Dari kita pendekatannya lebih ke kesehatannya, tidak ada dampak manfaatnya, malah adanya perlukaan itu untuk dampak negatifnya, karena dikhawatirkan kalau terjadi perlukaan akan ada dampak negatifnya,” tegasnya.
Sudut Pandang Keagamaan, tambah dia. Meskipun Fatayat merupakan organisasi keagamaan, mereka juga telah mengkonsultasikan isu ini dari sisi syariat Islam.
“Kalau dalam agama kita Islam itu Mubah. Karena Fatayat organisasi keagamaan, jadi kita konsultasi juga. Kalau mubah itu kan boleh ditinggalkan dan boleh dilakukan. Kalau di kita, kalau tidak ada manfaatnya, ya sudah tidak usah, apalagi dilihat dari segi kesehatannya,” jelas Wulan.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan, DP3KB, Ketua Organisasi Kemasyarakatan, dan berbagai pihak terkait lainnya.
Rencana Tindak Lanjut, Wulan Mayasari menambahkan bahwa dalam sesi diskusi, terungkap bahwa minimnya sosialisasi menjadi salah satu pemicu tingginya angka praktik tersebut. Oleh karena itu, tindak lanjut yang akan dilakukan. Memperkuat sosialisasi ke tingkat bawah atau ke pelosok-pelosok Kabupaten Bekasi.
“Kalau peran kita, karena sudah komitmen, kami akan terus mensosialisasikan bahwa dampaknya, walaupun dari segi keagamaan diperbolehkan, kami selalu mensosialisasikan dampaknya, yaitu perlukaan organ vital perempuan,” tutup Wulan.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bagi balita perempuan di Kabupaten Bekasi.
Ditempat yang sama, Bendahara Umum Pengurus Pusat (PP) Fatayat NU Wilda Tusururoh menegaskan, Fatayat NU sebagai organisasi perempuan Nahdlatul Ulama memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melindungi perempuan dan anak dari praktik yang membahayakan kesehatan reproduksi.
“Fatayat NU sangat menaruh perhatian terhadap isu pelarangan khitan perempuan karena ini bagian dari perlindungan anak dan kesehatan perempuan. Pendekatan yang kami ambil adalah kemaslahatan, karena tidak ada manfaat medis dari praktik ini, justru berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi,” ujar Wilda.
Bendahara Umum PP Fatayat NU Wilda Tusururoh. Lebih lanjut, Wilda menuturkan bahwa tradisi sunat perempuan seringkali muncul dari faktor budaya dan pemahaman agama yang beragam.
Namun menurutnya, Fatayat NU berpijak pada pendekatan Maqasid as-Syari’ah yakni perlindungan terhadap jiwa (hifdzun nafs), keturunan (hifdzun nasl), dan martabat manusia yang sejalan dengan larangan praktik tersebut.
Ia juga mendorong organisasi masyarakat dan lembaga keagamaan untuk ikut aktif menyosialisasikan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penghapusan Praktik Sunat Perempuan.
“Bagi Fatayat NU, ini sudah final. Kami ikut bersama pemerintah menegaskan bahwa sunat perempuan tidak memiliki manfaat dan justru menyakiti perempuan.
Karena itu, penting bagi kita semua untuk ikut mengedukasi masyarakat di akar rumput,” tambahnya.
Sementara itu, Analis Kesehatan Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan dari Kemenkes RI Tyas Natasya Citrawati menegaskan bahwa praktik sunat perempuan tidak membawa dampak positif apa pun, bahkan menimbulkan risiko jangka pendek dan panjang bagi perempuan.
“Salah satu strategi kami adalah melalui sosialisasi dan komitmen bersama masyarakat. Karena praktik ini tidak ada dasar manfaat medisnya, dan justru menimbulkan risiko kesehatan yang serius,” ujar Tyas.
Analis Kesehatan Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan dari Kemenkes RI Tyas Natasya Citrawati.
Ia menambahkan, kerja sama antara Kemenkes dan Fatayat NU sudah berjalan sejak 2023 sebagai langkah konkret menghapus praktik sunat perempuan di Indonesia. “Fatayat NU memiliki jaringannya yang luas dan kedekatannya dengan masyarakat.
Harapannya, komitmen di Bekasi ini menjadi momentum untuk memperluas gerakan penghapusan praktik sunat perempuan hingga ke seluruh Indonesia,” pungkasnya.
Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian kerja sama nasional antara Fatayat NU dan Kemenkes di titik ketiga setelah sebelumnya digelar di sejumlah daerah, termasuk Jawa Timur dan Madura. (***)