Faktabekasi.com, CIKARANG TIMUR— Even Festival Bridal yang digulirkan Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Bekasi bertajuk ‘Romantic Wedding Song Band Competition’ digelar selama tiga hari, 6-8 April di Graha Pariwisata, Kompleks Stadion Wibawamukti.
Penasehat Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (Harpri) Kabupaten Bekasi, Nur Haety mengatakan bekasi bukan sepenuhnya betawi. Bekasi bisa berdiri sendiri. Bekasi miliki keunikan tersendiri. Adalah Kembang Gede, pakaian pengantin khas Bekasi. Sudah pernah pakai?
“Harapan saya justru para pejabat, misalkan menikahkan anaknya, atau saudaranya, harusnya pakai kembang gede biar jadi contoh bagi masyarakat. Pakaian khas ini harus terus diperkenalkan,” kata dia saat pembukaan Festival Bridal Kabupaten Bekasi, Jumat (6/4).
Dalam festival yang digelar di Graha Pariwisata, Kompleks Stadion Wibawamukti itu, busana pengantin Kembang Gede ditampilkan di atas catwalk.
“Sejak 2014, busana pengantin kembang gede ini sudah mendapat pengakuan dan sudah dibakukan di tingkat nasional. Sehingga pengantin Bekasi sama dan setara dengan pengantin dari daerah lainnya,” kata Nur saat memerkenalkan busana kembang kepada Bupati Neneng Hasanah Yasin beserta para pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi yang hadir dalam acara pembukaan.
Dikatakan Nur, selama ini busana pengantin Bekasi kerap disamakan dengan busana pengantin Betawi. Maka dari itu, sejak tahun 2004, para perias mulai melakukan penggalian sejarah untuk pengentahui kekhasan Bekasi. Penggalian menghabiskan waktu, sediktinya tiga tahun.
“Setelah melalui proses penggalian, kami perjuangkan agar diakui. Alhamdulillah pada 2007 kembang gede dibakukan di tingkat Kabupaten Bekasi. Tidak berhenti sampai di situ, kami selalu berupaya agar pengantin Bekasi diketahui khalayak ramai. Hingga pada 2014 busana pengantin Bekasi dibakukan di tingkat nasional,” kata dia.
Secara keseluruhan, kembang gede menyerupai pakaian pengantin Betawi. Pengantin pria menggunakan peci sedangkan wanita mengenakan siangko atau cadar yang menutupi wajah.
NAMUN DEMIKIAN, kata Nur, kembang gede memiliki kekhasan tersendiri, terlebih pada bagian aksesori. Setiap aksesori pun memiliki makna. Pada pakaian pengantin wanita kembang gede mengenakan konde cucung yang dipasang di kepala.
Konde dipasang dengan cara diikatkan menggunakan tali yang ditarik dari kiri ke kanan. Cara pemasangan ini mengandung arti bahwa kehidupan kerap berawal dari kesakitan namun pada akhirnya bakal berujung pada kebaikan.
“Konde ini juga memiliki tiga dimensi yakni dimensi alam, uhrawi dan insan, sehingga kalau kita amenjalankan perintah agama insya Allah akan menggapai kemurnian,” kata dia.
Kemudian jajagoan, aksesori yang juga dipasang pada kepala wanita. “Kalau di Betwai dinamakan burung hong. Kenapa disebut jajagoan? Karena Bekasi ini banyak sekali pejuang-pejuang, banyak orang jago,” kata Nur.
“Jajagoan juga melambangkan ayam jago yang pintar mencari rejeki, diharapkan penganten mudah menggapai rizki. Jajagoan ada empat yang disematkan yang berarti empat mata angin. Diharapkan pengantin bisa mencari rezeki ke segala arah,” kata dia, melanjutkan.
Kemudian pada pakaian pria dipasangi parang, yang melambangkan kekuatan. “Pada dasarnya kuat dari segala godaan dalam pernikahan. Pada saat mengarungi rumah tangga jangan mendengar bisikan kiri kanan,“ kata dia.
Nur berharap, melalui Festival Bridal 2018, masyarakat tidak hanya tertarik pada pakaian modern-internasional, namun juga pakaian khas daerah. “Di sini kami juga mencoba mengolaborasikan pakaian adat dengan budaya modern. Namun, lebih dari itu, kami berharap budaya aslinya tetap diminati,” tutupnya. (ddk)