Fakta Bekasi, SETU– Memasuki era perdagangan bebas, kerawanan barang impor ilegal makin tinggi, termasuk penyebaran bio-terorism melalui jalur pertanian. Maka dari itu, Badan Karantina Pertanian melanjutkan perjanjian kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk mengawasi barang pertanian impor.
Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini mengatakan, bentuk bio-terorism di antaranya masuknya penyakit melalui barang pertanian, baik pangan maupun hewan ternak. Ironisnya, dalam beberapa kasus, penyakit tersebut justru sengaja disebarkan untuk tujuan tertentu.
“Saat ini kami lebih fokus melakukan pengawasan atau medampingi importasi. Kenapa? Karena sekarang sudah era pasar besar, sudah era apa yang dinamakan bio-terorism,” kata dia usai menutup kegiatan Bulan Bakti Karantina Pertanian 2018 di Kecamatan Setu, Senin (9/7).
Produk pangan impor, kata Banun, sangat mudah dan memungkinkan dijadikan media untuk masuknya agen bio-terorism. Terlebih, masuknya agen bio-terorism itu sulit dideteksi karena tidak kasat mata. “Sebagai contoh masuknya antraks dan virus yang tidak kasat mata lainnya. Dan namanya bio-terorism bisa dilakukan dengan by design,” kata dia.
Salah satu bentuk bio-terorisme yang pernah ditangani, lanjut Banun, yakni masuknya narkoba. Barang haram tersebut dikirim bersamaan dengan produk pertanian. “Temuan ini kami dapatkan di salah satu kantor pos besar. Dari luar jeruk namun saat dicek di dalamnya ternyata narkoba. Ini yang kami temukan bersamaan melalui koordinasi dengan kepolisian,” ujar dia.
Meski demikian, kata Banun, pihaknya telah melakukan pengawasan ketat untuk menangkal masuknya virus melalui produk pangan. Sehingga tidak ditemukan kasus penyakit membahayakan, baik dari tanaman maupun hewan ternak.
“Untuk penyakit eksotis yang di Indonesia belum ada dan sulit pengendaliannya, tidak ditemukan. Contoh penyakit flu dan kuku, tidak ditemukan. Padahal, Indonesia juga terus memasukkan daging sapi impor dari negara yang notabene pernah terjangkit penyakit sapi gila. Tapi, kami melakukan analisis risiko yang sangat baik sehingga sampai sekarang kita tetap aman, bersyukur sampai sekarang masih bisa kita jaga,” ucap Banun.
Kendati sistem mitigasi telah berjalan, lanjut Banun, pengawasan terhadap keluar dan masuknya barang pertanian meski terus ditingkatkan. Pasalnya, saat ini Indonesia belum terlepas dari maraknya upaya penyelundupan pangan strategis seperti beras, bawang, daging, gula dan rempah-rempah.
“Kenapa pengawasan ini penting dan harus ditingkatkan, karena kita ini memiliki banyak pintu masuk, baik melalui pintu masuk yang resmi lewat bandara atau pelabuhan ataupun yang tidak resmi,” ucapnya.
Berdasarkan kasus yang ada, kerawanan penyelundupan terjadi di wilayah pantai timur Sumatera, perbatasan darat Kalimantan, Papau, Nusa Tenggara Timur. “Tapi, walaupun demikian Jawa pun cukup rawan. Apalagi seiring dengan dibukanya pintu baru seperti bandara berskala internasional di Jawa Barat (Kertajati) maupun pelabuhan baru. Maka dengan perpanjangan kerja sama dengan Polri ini, kami sangat berharap berbagai penyelundupan ini dapat dipangkas,” tutupnya. (fb)