Fakta Bekasi, CIKARANG PUSAT–Aktivitas produksi yang ada di balik jeruji besi Lapas Cikarang (LaCika) dan hukuman yang mesti dijalani para warga binaan.
Kepala produk pada kelompok kerja industri Lapas Cikarang Muhammad Yusuf (43) megatakan, berada di balik jeruji besi bukan menjadi halangan mereka untuk berkarya.
“Kalau yang tempat makan ini, lunch box, di lapas di Jawa Barat mah sudah semua. Ada enam lapas yang sudah jadi pelanggan tetap,” kata Muhammad Yusuf.
Tempat makan merupakan salah satu produk unggulan industri plastik di Lapas Cikarang. Dalam sehari, lapas yang memiliki nama dagang “Lacika” ini bisa memproduksi 500 buah tempat makan.
Produk ini awalnya diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tempat makan di Lapas Cikarang. Tercatat ada 1.644 warga binaan di lapas yang berlokasi di Desa Pasirtanjung Kecamatan Cikarang Pusat ini.
Namun setelah ditawarkan ke berbagai lapas, akhirnya tempat makan Lacika diminati oleh sejumlah lapas lainnya seperti Lapas Garut, Cibinong (Bogor), Gunung Sindur (Bogor), Paledang (Bogor) dan Lapas Khusus Anak (Bandung).
“Yang terbaru sekaligus terjauh itu dikirim ke Lapas Lembata Nusa Tenggara Timur sama Lapas Labuhan Deli di Medan,” kata Yusuf.
Potensi pasar tempat makan ini, kata Yusuf, terbilang bagus. Pasalnya, sesuai aturan, peralatan makan warga binaan wajib diganti setahun sekali. “Jadi setelah setahun pesan lagi, pesan lagi, terus ke kami,” kata dia.
Selain tempat makan, produk unggulan Lapas Cikarang lainnya yakni tutup regulator tabung gas. Dalam sehari, tutup regulator bisa diproduksi 10.000-12.000 buah.
“Produksinya rutin, dimasukkan ke pabrik-pabrik, disetorkan. Ini kontinyu, tiap hari buat ini karena memang kebutuhannya banyak,” kata dia.
Tidak hanya tutup regulator, mereka pun memproduksi gir plastik untuk suku cadang alat elektronik, semisal kipas angin. Gir berbagai ukuran ini diproduksi sebanyak 10.000 buah.
“Sama kami juga buat mika buat kue bolu. Meski enggak banyak tapi ini paling jauh karena dikirimnya ke Italia,” kata dia.
Yusuf paham betul terkait kegiatan industri ini, meski sebenarnya dia bukan petugas lapas. Yusuf merupakan warga binaan kasus narkoba. Warga DKI Jakarta ini telah menjalani hukuman selama 3 tahun tiga bulan. Setelah melalui proses asesmen, Yusuf kemudian dilibatkan dalam industri di lapas.
“Sudah satu tahun enam bulan di sini, jadi angkatan pertama. Sebenarnya tidak ada dasar yang ahli, saya cuma pernah bekerja di pabrik tapi furnitur. Tapi mungkin dipercaya sampai sekarang,” kata dia.
Meski di dalam lapas, budaya kerja diterapkan layaknya di pabrik. Yusuf membawahi 40 pegawai yang keseluruhannya merupakan warga binaan. Mereka dibagi empat sif yang berisikan delapan pegawai. Kendati begitu, kata Yusuf, mereka tidak sepenuhnya bekerja mencari uang. Lebih jauh, mereka ingin belajar bekerja sebagai bekal nanti saat bebas.
“Karena kan memang di sini kami sedang menjalani hukuman, kalau memang dibayar ya sekedar bonus. Lebihnya ingin belajar saja, jadi saat bebas nanti ada bekal terus nant dikasih parklaring. Apalagi sebentar lagi, kalau lancar, saya bebas,” kata Yusuf yang akan mengakhiri masa kurungan Desember nanti. (FB)