Fakta Bekasi, CIKARANG PUSAT – Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) menerima laporan bahwa pengadaan server ULP pada anggaran belanja tambahan 2019 dengan nilai Rp 4,1 miliar lebih ini terdapat indikasi penyelewengan anggaran. Sebab, pengadaan server tidak sesuai dengan pengajuan.
“Ada laporan indikasi penyelewengan anggaran dalam pengadaan server ULP karena ada perubahan dalam pengadaan barang,” Kata Kepala Inspektorat Kabupaten Bekasi M.A Supratman.
Ditambahkan, anggaran belanja tambahan pada 2019 belum dilakukan pemeriksaan oleh inspektorat. Pemeriksaan dapat dilakukan pada September mendatang. Namun dalam hal ini, pengadaan server ULP akan menjadi informasi tambahan bagi APIP saat pemeriksaan nantinya.
“Ini akan menjadi informasi tambahan bagi kami saat melakukan pemeriksaan nanti. Jika ada pihak yang melaporkan kepada kami dilengkapi dengan data pendukung maka bisa segera kami proses. Tidak ada laporan pun tetap akan kami proses berdasarkan hasil pemeriksaan kami nanti,” terangnya.
Menurutnya, jika pengajuan pengadaan barang tidak sesuai dengan pengadaan barangnya, maka itu terindikasi sebuah penyelewengan. Sebab, anggaran yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan pengajuan. Sementara jika pengadaan barang tidak sama dengan pengajuan, maka ada selisih anggaran dan spesifikasi barang.
“Kita ambil contoh mudah seperti ini, Diploma 1 dan setara Diploma 1 kan tidak sama. Nah, Oracle dan setara Oracle (dimaksud Dell) sama atau tidak? Dan dalam hal ini, pemeriksaan yang akan dilakukan juga akan menggunakan tenaga pengawas yang mengerti betul terkait IT,” ujarnya.
Sebelumnya, Pengadaan server Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada anggaran belanja tambahan tahun 2019 diduga menyalahi spek. Sebab, pengadaan server yang dilakukan Diskominfo Santik menggunakan spek lain dan dibeli secara terpisah. Ditambah, pusat data server ULP yang harusnya berada di gedung Diskominfo Santik, kini terpusat di data center Batam yang sebelumnya hanya untuk memback up data.
Pengadaan server ULP yang menelan anggaran Rp4,1 miliar lebih ini menggunakan spek Oracle yang mampu menunjang database ULP, namun pada awal Februari hingga april, database ULP sempat mengalami crash untuk singkron database penyedia sehingga tidak dapat dioperasikan. Dan penggunaan server dengan sistem virtual membuat pengoperasian Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) tidak berjalan dengan baik. Biaya konfigurasi pun diduga di mark up mencapai Rp100 juta, padahal biaya konfigurasi hanya kisaran Rp15juta-25juta.
Dalam jumlah anggaran tersebut, pusat data server ULP seharusnya disediakan di gedung Diskominfo Santik yang sebelumnya sudah ditarik dari data center Jakarta IDC. Namun berdasarkan IP Adress server, diketahui data server ULP tersimpan di data center Batam. Padahal sebelumnya, data center Batam hanya untuk memback up data. Kini pusat data server dan data back up ULP berada di Batam.
Sampai saat ini, Diskominfo Santik enggan memberikan komentar terkait hal ini. (FB)