Fakta Bekasi, TAMBUN SELATAN-Warga Kelurahan Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan akhirnya merelakan rumahnya dibebaskan untuk pembangunan depo light rapid trans (LRT). Semula, warga kukuh tidak akan melepaskan kediamannya meski berdiri di atas tanah negara.
Penolakan tersebut membuat proses pembebasan lahan untuk proyek kereta ringan yang melintasi tiga daerah di Jawa Barat itu sempat terhambat lebih dari setahun.
Kemarin, Jumat (2/8/2018), sebanyak 28 warga menerima uang ganti kerugian atas rumah atau bangunan yang mereka tinggali. Ini merupakan pembayaran ganti kerugian termin pertama dari total 144 warga yang telah bersepakat untuk dibebaskan rumahnya.
Indah (52) pun harus merelakan rumahnya meski telah ditinggali selama 23 tahun. Dia mengaku menerima ganti rugi sebesar Rp 220 juta untuk rumahnya seluas 100 meter persegi. “Rumahnya luas memang cuma kondisinya memang sudah agak rusak, jadi nilainya jadi engga tinggi,” kata dia.
“Dari awal kita sudah mendukung kita tidak melawan, kita sangat merespon kerjasama dengan Pemerintah karena kita sadar bahawa LRT ini untuk bersama bukan untuk pribadi,” sambung dia.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bekasi, Nurhadi mengatakan, proses ganti rugi kali ini merupakan awal bagus. Sebelumnya, akibat penolakan warga, pembebasan lahan tidak mengalami kemajuan.
“Jadi karena memang penolakan sehingga terhambat. Namun setelah proses negosiasi, warga mulai menerima. Semoga dengan ganti rugi ini warga lainnya mulai tergugah hingga akhirnya mau dibebaskan bangunannya,” ucap dia.
Sementara itu, pada proses pembebasannya terdapat penolakan terutama dari warga Jatimulya. Terdapat 294 warga yang menolak bangunannya digusur. Padahal mereka tidak memiliki hak atas tanahnya. Bangunan tersebut pun berdiri di atas tanah milik Adhi Karya.
Setelah melalui proses panjang, sebagian warga akhirnya mau membebaskan bangunannya. “Ini termin pertama, nanti ada lagi yang dibebaskan juga bangunannya tapi masih diurus proses administrasinya. Karena ini kategorinya warga penggarap, jadi yang diganti rugi bangunannya. Sedangkan lahannya kan milik Adhi Karya, sudah dibebaskan lebih dulu,” ucap dia.
Sementara itu PPK Kementrian Perhubungan Fadli mengatakan, sebanyaak lima bidang dari Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dari total 7 bidang.”Untuk pihak Adikarya sudah kami bayar sebanyak lima bidang dengan luas 4,4 hektar atau sekitar 440 ribu meter persegi dengan nilai Rp152 milar,” kata dia.
Fadli mengakui adanya keterlambatan atas pembeebasan lahan untuk LRT. Pasalnya proses pembayaran tersebut dengan kehati-hatian agar tidak terjadi permasalahan. Di Pemerintah itu perlu berlapis-lapis pemeriksaannya makanya itu yang bikin panjang waktunya.
“Proses untuk pembayayaran ini menggunakan dana LMAN jadi prosesnya menggunakan prinsip kehati-hatian, dimana prosesnya menggunakan review BPKP terlebih dahulu, selanjutnya validasi BPN dan diperifikasi oleh LMAN dimana jika salah satu data dukung itu tidak ada maka harus dilengkapi dan balik lagi dari awal,” kata dia.
Sementara itu, Direktur SDM PT Adikarya Agus Karianto mengatakan lahan yang dibayar milik Adikarya itu seluas 4,4 hektar, yang nantinya diperuntukkan Depo LRT.
“Kami pasti mensuprot karna kebetulan mendapatkan Perpres penugasan LRT Jabodebek, lahan milik Adikarya sendiri salah satu yang terkena jalur LRT. Kami mendukung karena ini demi kepentingan umum,” kata Agus.
Dengan nilai Rp 182 miliar dari lima bidang, dimana nilai tersebut sudah menjadi keputusan dari pemerintah PT Adikarya harus tetap menerima. “Masih ada beberapa bidang lagi sedang proses validasi dan sedang dalam sengketa dua bidang hak milik,” kata dia. (FB)