Fakta Bekasi, CIKARANG PUSAT—Setelah tergugat pertama Mendagri Tito Karnavian dalam sidang kasus sengketa Pemilihan Wakil Bupati Bekasi yang digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kini Pelaksana tugas (Plt) Bupati Bekasi Akhmad Marjuki resmi berstatus tergugat II (dua) intervensi.
“Benar yang bersangkutan ditetapkan sebagai tergugat intervensi oleh Majelis Hakim saat sidang kemarin,” kata kuasa hukum Tuti Nurcholifah Yasin, Bonar Sibuea selaku penggugat di Cikarang, Jumat (31/12/2021)
Dia mengatakan status Akhmad Marjuki sebagai tergugat intervensi ditetapkan Majelis Hakim dalam sidang pertama kasus gugatan Surat Keputusan (SK) Mendagri perihal pengesahan penetapan jabatan Wakil Bupati Bekasi yang berlangsung pada Rabu (29/12).
Setelah ditetapkan tergugat, kata dia, Pelaksana tugas Bupati Bekasi dan Mendagri Tito Karnavian dijadwalkan akan memberikan jawaban tergugat pada agenda sidang berikutnya.
Baca juga: Sidang Gugatan Pengangkatan Wabup Bekasi Digelar PTUN Jakarta
“Persidangan berikutnya yaitu jawaban tergugat dan tergugat intervensi yang direncanakan digelar pada hari Rabu tanggal 5 Januari 2022 pukul 10.00 WIB secara ecourt,” katanya.
Dirinya mengungkapkan selain penetapan tergugat intervensi, Majelis Hakim PTUN Jakarta juga menolak permohonan masuknya pihak ketiga atas nama Ketua DPRD Kabupaten Bekasi BN Holik Qodratullah dan kawan-kawan sebagai pihak dalam perkara aquo.
“Seluruh penetapan Majelis Hakim ini tertuang dalam catatan persidangan saat sidang kemarin,” ucapnya.
Baca juga: Alumni GMNI Bekasi Sebut Marjuki Boneka
Bonar menjelaskan proses persidangan ini berawal dari pendaftaran gugatan kliennya terhadap Mendagri ke PTUN Jakarta pada Selasa (30/11/2021) yang teregister dengan nomor 267/G/2021/PTUN.JKT dengan empat poin diktum gugatan.
Pertama majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kedua, penggugat meminta pengadilan membatalkan SK Mendagri nomor 132.32-4881 tahun 2021 tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi tertanggal 19 Oktober 2021.
Kemudian penggugat memerintahkan tergugat untuk mencabut SK Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi yang dimaksud dan terakhir menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul.
“Kita ikuti saja seluruh proses persidangan hingga putusan nanti. Sejauh ini on the track sesuai tahapan, mulai pendaftaran, penerimaan, penetapan dan penunjukkan majelis hakim, panitera pengganti, serta juru sita, hingga verifikasi kelengkapan dokumen saat pemeriksaan persiapan sebelum sidang,” kata dia.
Pendaftaran gugatan ini menjadi babak baru polemik berkelanjutan pengangkatan Wakil Bupati Bekasi sejak pemilihan yang dilakukan DPRD Kabupaten Bekasi itu dinilai tidak sesuai aturan. Pengusulan nama Akhmad Marjuki dianggap cacat prosedur bahkan Mendagri Tito Karnavian pun mengamini-nya.
Belakangan ada inkonsistensi yang ditunjukkan Mendagri beserta jajarannya. Kemendagri yang semula menyebut pemilihan wabup tidak sesuai aturan kini justru berbalik sikap dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi tertanggal 19 Oktober 2021.
Pengamat Politik Universitas Islam 45 Bekasi Harun Alrasyid mengatakan langkah mengajukan gugatan merupakan upaya yang positif dan menjadi hak setiap orang untuk mempertanyakan hal yang dianggapnya tidak sesuai.
“Apa yang dilakukan Bu Tuti mekanismenya memang sudah diatur dalam hukum kita. Kalau dinilai ada yang tidak sesuai secara hukum lebih baik diajukan ke pengadilan. Karena jika dibawa ke ranah politik tidak menyelesaikan masalah justru malah menambah masalah, jadi lebih baik ke jalur hukum,” katanya.
Dia menyebut gugatan hukum ini menjadi preseden baik dalam demokrasi politik di Kabupaten Bekasi. “Jadi dari pada tidak setuju lalu ramai-ramai mengerahkan massa ke jalan, lebih baik melalui jalur hukum,” ucapnya.
Persoalan ini, kata dia, kini berada pada tanggung jawab Kemendagri sebab inkonsistensi mereka turut memicu permasalahan baru pada proses pengangkatannya.
Di sisi lain alasan inkonsistensi ini tidak pernah disampaikan ke publik padahal apa yang dilakukan Kemendagri merupakan kebijakan publik yang efeknya dirasakan publik.
Harun menyatakan gugatan PTUN tersebut secara tidak langsung dapat menjawab keingintahuan publik tentang apa sebenarnya yang terjadi pada proses pemilihan ini. Publik berharap dan berhak mengetahui apa yang terjadi.
“Bolanya ada di Kemendagri, ketika proses berjalan, kemudian Mendagri tidak menyetujui tapi kemudian dilantik. Publik tidak tahu kenapa bisa dilantik, kenapa awalnya tidak disetujui tapi jadi disetujui. Di tengah ada sesuatu yang tidak diketahui publik. Ini ketidakkonsistenan Kemendagri jadi preseden buruk. Maka pada gugatan PTUN ini harus dibuka, sebenarnya apa yang terjadi,” kata dia.
Dilansir dari laman SIPP PTUN-Jakarta.go.id Akhmad Marjuki diketahui pernah mengajukan permohonan fiktif positif ke PTUN Jakarta dengan nomor perkara 13/P/FP/2020/PTUN.JKT.
Petitum atau maksud pengajuan yang dimohon Marjuki kala itu agar Mendagri selaku termohon bersedia menetapkan keputusan pengangkatan pemohon sebagai Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022 sebagaimana hasil pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi pada 18 Maret 2020.
PTUN Jakarta dalam amar putusan yang dikeluarkan pada 6 Oktober 2020 menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima dengan sumber hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan serta menghukum pemohon (Marjuki) membayar perkara sebesar Rp371.000.(FB)