MUARAGEMBONG, Fakta Bekasi – Jembatan penghubung Pantai Bakti dan Pantai Mekar di Muaragembong dipastikan belum memiliki Sertifikait Laik Fungsi (SLF). Hal itu karena beberapa uji kelayakan jembatan belum dilakukan pengetesan (Loading Test). Belum lagi, alinyemen (bagian dari desain geometrik jalan yang berkaitan dengan perencanaan tikungan, tanjakan, dan turunan jalan) jembatan juga diduga lebih dari 18 persen batas maksimal ketinggian. Jembatan tipe A dan disebut sebagai proyek strategis daerah ini bahkan belum diuji keamanan, keselamatan dan kelayakannya, namun sudah diresmikan.
Sebelumnya, Pemkab Bekasi masih memproses pembebasan lahan disekitar jembatan penghubung Pantai Bakti dan Pantai Mekar dengan mekanisme menitipkan uang ke Pengadilan Negeri (Konsinyasi). Jembatan penghubung dua desa ini disebut sebagai proyek strategis daerah namun pekerjaannya asinkron dengan dinas lain. Sepatutnya, proyek strategis daerah perlu kerjasama antar dinas dan secara bersama-sama mengoptimalkan pekerjaan proyek strategis derah. Selain jalan yang menikung, jembatan ini juga tidak dilengkapi dengan rambu lalu lintas yang lengkap.
Ketua LSM Kompi Ergat Bustomy mengungkapkan, jembatan penghubung dua desa ini memang dilakukan buru-buru. Setelah selesai pekerjaan, tidak dilakukan loading test untuk mengukur kekuatan jembatan. Loading test dilakukan dengan kendaraan-kendaraan bertonase besar yang dilakukan berkali-kali untuk melihat apakah konstruksi jembatan tipe A ini mampu menahan beban ratusan ton.
“Lucunya memang pekerjaan pembangunan jembatan ini, konstruksi yang nilainya mahal justru setelah selesai tidak dilakukan loading test. Kami menduga jembatan ini tidak memiliki SLF, karena jembatan dikatakan laik difungsikan setelah adanya SLF. Keselamatan pengendara tidak dijamin, padahal jembatan ini dibuat dengan daya tahan 100 tahun kedepan, tapi gak punya SLF,” ungkapnya.
Ergat menambahkan, jembatan Pantai Bakti Pantai Mekar ini juga diduga tidak sesuai dengan desain awal pada 2017 lalu. Sehingga perlu dipertanyakan perubahan desain jembatan dilakukan pada awal perencanaan atau pada saat pelaksanaan pembangunan jembatan, saat pembebasan lahan belum selesai dilaksanakan.
“Ini juga patut diduga ada perubahan desain jembatan karena pembebasan lahan belum selesai. Secara hasil pekerjaan, ada perubahan yang mungkin tidak sesuai dengan desain awal dan tentu saja berpengaruh pada anggaran yang digunakan,” katanya.
Kompi meminta kepada aparat penegak hukum untuk meninjau proyek strategis daerah ini, baik dari segi anggaran, konstruksi dan hal tekhnis lainnya. Sebab, untuk rangka baja jembatan dengan bentang 120 meter, hanya diperlukan biaya sekitar Rp12 miliar lebih. Dan total anggaran untuk jembatan ini mencapai Rp120 miliar.
“Bukan hanya rangka baja saja, untuk pondasi aja apakah menggunakan sondir atau bor log? Karena dua metode ini berbeda dan memiliki akurasi yang berbeda. Jangan sampai setelah puluhan tahun, jembatan amblas karena pondasi yang salah. Itu juga yang membuat dugaan kami kuat, kenapa jembatan tidak dilakukan loading test,” pungkasnya. (***)