Fakta Bekasi, Cikarang Pusat – Pembayaran BBM bio solar bersubsidi UPTD Kebersihan I-VI Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi yang diduga diselewengkan karena terdapat kelebihan bayar senilai Rp1,6 miliar lebih sepanjang tahun 2024, Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi berencana akan memanggil Dinas Lingkungan Hidup untuk diminta klarifikasi.
Sebelumnya, berdasarkan audit BPK Jawa Barat, dugaan penyelewengan anggaran BBM karena tidak cukup bukti pembelian BBM meski menggunakan aplikasi my pertamina. UPTD kebersihan I-VI melakukan pengisian bahan bakar pada satu SPBU nomor 34.175.23 yang ditunjuk di wilayah Cibitung. Penunjukkan dilakukan berdasarkan kesanggupan SPBU untuk menyediakan bahan bakar 195 truk pengangkut sampah. Namun, dari total anggaran Rp9 miliar lebih untuk bahan bakar, terdapat kelebihan bayar Rp1,6 miliar lebih.
Sebelumnya: Wow, UPTD Kebersihan Diduga Selewengkan Anggaran BBM 2024
Humas DLH Kabupaten Bekasi Dedi Kurniawan menjelaskan, DLH sudah melakukan pengembalian pada tanggal 22 Juli 2025 sebesar Rp100 juta dan tanggal 30 Agustus 2025 sebesar Rp100 juta. Pengembalian dilakukan dengan cara dicicil, meski baru senilai Rp200 juta.
“Kami sudah melakukan pengembalian dan akan dicicil, kan masih ada tenggat waktu, untuk bukti pengembalianya akan kami sampaikan kemudian,” ungkapnya.
Terpisah Anggota Komisi III DPRD Ombi Hari Wibowo mengatakan, pihaknya akan memanggil DLH untuk meminta klarifikasi terkait temuan ini. Sebab, kelebihan bayar BBM bio solar truk sampah terus terjadi setiap tahun. Hal ini akan menjadi perhatian Komisi III agar dugaan adanya penyelewengan anggaran tidak terjadi kedepannya.
“Kami akan panggil, karena kelebihan bayarnya cukup besar dan pengembaliannya juga sudah melewati tenggat waktu. Kami harus tahu, kenapa ini bisa terus terjadi, kalau masalah tekhnis di lapangan, itu kan bisa diselesaikan,” paparnya
Ketua LSM Kompi Ergat Bustomy Ali menjelaskan, penyelewengan BBM truk sampah harus diselesaikan secara hukum. Sebab, kelebihan bayar selalu terjadi setiap tahun dan pengembaliannya pun tidak jelas. Apalagi pengakuan pengembalian baru Rp200 juta dan tidak ada buktinya. Sementara waktu pengembalian sudah lewat dari 60 hari.
“Ini sudah harus diproses hukum, mereka (UPTD) sudah biasa melakukan ini dan merugikan keuangan daerah apalagi pengembalian pun dilakukan dicicil dan lewat dari batas waktu,” katanya. (***)