Fakta Bekasi, CIKARANG PUSAT—Penangkapan dua kurir narkoba yang juga bekerja sebagai ojek online dikembangkan Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Metro Bekasi, kasus peredaran narkoba yang diduga melibatkan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Cikarang diduga tidak hanya seorang napi yang mengendalikan narkoba di dalam lapas.
Dugaan itu didasari atas sejumlah kasus yang kini ditangani. Beberapa tersangka yang ditangkap mengaku memeroleh narkoba dari seorang warga binaan.
“Jadi bukan hanya kasus kemarin saja, ada beberapa kasus yang diduga melibatkan napi di lapas. Ini kami terus kembangkan,” kata Kepala Unit III Satres Narkoba, Inspektur Satu, Usep Aramsyah.
Baca juga: Napi Lapas Cikarang Kirim Narkoba ke Pemesan Gunakan Jasa Ojek Online
Hal tersebut diungkapkan Usep berkaitan dengan penangkapan dua kurir narkoba yang juga bekerja sebagai ojek online, pekan lalu. Keduanya ditangkap dengan barang bukti sabu sebanyak 12 paket dengan berat mencapai 28,42 gram. Diketahui, belasan paket barang haram itu dipesan dari seorang warga binaan di Lapas Cikarang.
Diungkapkan Usep, kasus tersebut bukan satu-satunya yang melibatkan napi di dalam lapas. Bahkan, kata dia, mayoritas peredaran narkoba di Kabupaten Bekasi dikendalikan dari dalam lapas.
“Jika tidak ingin disebut 70 persen, ya setidaknya 60 persen peredaran narkoba di Kabupaten Bekasi dikendalikan dari lapas,” ucapnya.
Dari rata-rata delapan kasus yang ditangani setiap bulan, kata Usep, empat sampai lima kasus di antaranya melibatkan napi dari dalam lapas, baik Lapas Cikarang maupun lapas lainnya di sekitar Kabupaten Bekasi.
“Modusnya selalu seperti ini, pemesan selalu memesan ke napi yang di dalam, kemudian napi ini menghubungi gudang yang kemudian menhubungi kurir untuk mengirimkan barang. Tapi hubungan ini tidak saling kenal, tidak saling bertemu, barangnya disimpan di suatu tempat,” ucap dia.
Dari modus tersebut, lanjut Usep, napi memiliki peran penting sebagai pengendali. Dari serangkaian kasus yang ditangani, para napi diketahui menggunakan alat komunikasi untuk memuluskan upayanya mengedarkan narkoba.
Padahal seusai Permenkumham 6/2013 pasal 4 huruf j disebutkan bahkan seorang narapidana dilarang memiliki, membawa atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau computer, kamera, alat perekam hingga telepon genggam.
Tidak diketahui dari mana alat komunikasi itu didapatkan napi yang kemudian digunakannya di dalam penjara. Padahal, sejak pandemi covid-19, seluruh lapas meniadakan kunjungan langsung pihak keluarga ke napi.
“Ini yang perlu diusut lebih jauh. Koordinasi terus kami lakukan agar mampu mengusut kasus ini dengan tuntas. Ini terjadi juga pada kasus yang ojol ini,” ucap dia. (FB)