Fakta Bekasi, CIKARANG UTARA–Praktik pengoplosan gas bersubsidi 3 kilogram menjadi gas berukuran 12 kilogram di Desa Telanjung, Kecamatan Cikarang Barat dibongkar pihak Kepoliaian Polres Metro Bekasi.
“Karena memang gas yang bersubsidi ditumpuk oleh tersangka di rumahnya. Bukannya dijual tapi isinya malah dipindahkan ke gas 12 kilogram biar harganya lebih tinggi,” kata Wakapolres Bekasi, Ajun Komisaris Besar Lutfhie Sulistiawan, Rabu (24/10).
Dalam praktik ini, polisi menangkap Taman Situmorang (42), pemilik warung sekaligus pengoplos gas. Di warung miliknya, polisi pun menemukan barang bukti berupa 200 tabung gas 3 kilogram kosong, 10 tabung gas 3 kilogram isi serta 70 tabung gas 12 kilogram isi. Diduga, gas yang terkandung di dalamnya merupakan hasil oplosan dari gas subsidi.
Dikatakan Lutfhie, pengoplosan ini dilakukan tersangka lantaran tergiur dengan untung yang didapat. Belum lagi, gas hasil oplosan yang dijual pun terbilang laris lantaran dihargai Rp 115.000 per tabung atau lebih murah Rp 30.000 dari harga di pasaran.
“Dia awalnya mencoba memindahkan isi gas, kemudian setelah mengetahui caranya, dimanfaatkan dengan cara dioplos. Katanya biar lebih gampang dijual, harganya juga lebih murah. Tapi dari sini muncul kecurigaan dan akhirnya dapat kami amankan tersangka bersama ratusan tabung gas sebagai barang bukti,” kara Lutfhie.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, proses pemindahan isi gas dilakukan dengan menyambungkan kedua katup menggunakan selang regulator. Ketika sudah tersambung, gas ukuran 3 kilogram diposisikan terbalik dengan tujuan gas elpijinya mengalir dan berpindah ke tabung gas 12 kilogram. Polisi pun mengamankan 2 buah selang regulator, 60 tutup segel warna putih, dan 1 buah bak warna biru.
Pada proses tersebut, tabung gas 12 kilogram akan terasa panas sehingga tersangka meletakan tabung gas elpiji di dalam bak air kemudian ditambah dengan es batu untuk menurunkan suhu dari tabung gas 12 kilogram.
Untuk mengisi satu tabung berukuran 12 kilogram, tersangka menghabiskan empat tabung gas 3 kilogram. Namun, setelah dipindahkan, tersangka tidak menimbang kembali berat tabung tersebut.
“Tersangka juga saat ditanya tidak tahu apakah beratnya sesuai, 12 kilogram, atau kurang. Setelah dirasa cukup, gasnya dinilai sudah penuh, kemudian tersangka ini menutup dengan segel warna putih,” kata dia.
Dalam sehari, tersangka bisa menghabiskan delapan gas 3 kilogram untuk mengisi dua gas 12 kilogram. “Makanya dari sini, banyak masyarakat sekitar yang mengeluh katanya gas susah,” ucap Lutfhie.
Menurut dia, tersangka mengaku sudah melakoni perbuatannya selama 4 bulan dengan hasil keuntungan mencapai Rp 3 juta per bulan. Namun, agar tidak dicurigai oleh masyarakat sekitar, tersangka pun hanya menjual gas oplosan sebanyak dua tabung per hari. “Katanya kenapa hanya mengoplos dua gas 12 kilogram, soalnya takut ketahuan. Tapi ujungnya kami bisa mengetahui itu,” ujar dia.
Atas perbuatannya, polisi menjerat pasal berlapis yakni pasal 62 ayat 1 Jo Pasal 8 ayat 1 huruf (a), (b), (c) dan Pasal 10 (a),(e) Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; Pasal 30 dan 31 Jo Pasal 32 ayat 2 UU No. 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal; Pasal 53 huruf (d) UU no 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas dengan ancaman hukumannya lima tahun penjara dengan Rp 2 miliar. (FB)