Fakta Bekasi, CIKARANG PUSAT- SK penunjukan Penjabat (Pj) Bupati Bekasi Dani Ramdan dengan nomor 132.32-1374 tahun 2021 yang dikeluarkan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) tertanggal 21 Juli 2021 diduga bermasalah. Pasalnya, SK penetapan Pj Bupati Bekasi lebih dahulu dikeluarkan sebelum DPRD melakukan paripurna pengumuman pemberhentian jabatan Bupati Bekasi Alm Eka Supria Atmaja yang meninggal akibat covid-19 pada 11 Juli 2021 lalu.
Berdasarkan UU 23 tahun 2014 pasal 79 ayat 1 dijelaskan, pemberhentian kepala daerah diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada presiden melalui menteri kepada gubernur untuk mendapatkan penetapan pemberhentian.
Sementara, gubernur mengusulkan 3 nama Pj bupati Bekasi kepada Kemendagri dengan nomor surat 687/KU.12.01/Pem.Otda tertanggal 15 Juli 2021 yang seharusnya dilakukan setelah adanya pengumuman pemberhentian bupati oleh DPRD dan adanya keputusan pemberhentian bupati oleh Mendagri. Dilain sisi, usulan gubernur terkait Pj Bupati Bekasi tertanggal 15 Juli, Alm Eka Supria Atmaja belum diumumkan meninggal dan pemberhentiannya oleh pimpinan DPRD.
Berdasarkan laporan keberatan warga terkait SK Pj Bupati Bekasi ke Kemendagri tertanggal 9 Agustus 2021 lalu, terhitung 10 hari sejak laporan diberikan dan tidak adanya penyelesaian keberatan dari pejabat pemerintahan, maka laporan keberatan dianggap dikabulkan secara hukum. Dan keberatan yang dianggap dikabulkan secara hukum harus ditindaklanjuti dengan surat penetapan keputusan sesuai dengan keberatan pemohon dalam waktu 5 hari kerja setelah berakhirnya tenggang waktu, berdasarkan UU nomor 30 tahun 2014 pasal 77 tentang administrasi pemerintahan. Namun sampai saat ini, Kemendagri belum mengeluarkan surat penetapan keputusan.
Kesalahan dalam proses penunjukan Pj Bupati Bekasi juga dibenarkan Direktur Pasca Sarjana Unisma 45 Bekasi, DR Aos Kuswandi. Aos menjelaskan bahwa proses pengusulan penjabat bupati dilakukan setelah dilakukan paripurna pengumuman pemberhentian bupati oleh DPRD. Sebab, hal itu menjadi dasar ditunjuknya penjabat bupati.
“Bisa saja tahapannya dilakukan sebelum pengumuman pemberhentian bupati oleh DPRD agar tata kelola pemerintahan tidak berhenti. Jika itu (SK) dikeluarkan sebelum diumumkan, tentu saja salah. Jika ada kesalahan dalam proses penetapan Pj, bukan berarti kebijakan yang sudah dikeluarkan dianggap tidak ada kepastian hukum, karena sifatnya adalah melanjutkan tata kelola pemerintahan,” ungkap Aos yang juga menjabat sebagai Sekjen Kesatuan Program Studi Ilmu Pemerintahan Indonesia (KAPSIPI). (FB)